breaking
Gambar tema oleh mskowronek. Diberdayakan oleh Blogger.

menulis untuk peradaban

menulis untuk peradaban

renungan & kontemplasi

renungan & kontemplasi

celoteh anak negeri

celoteh anak negeri

Melukis Pelangi dalam Pena Hati Mataku

Bagikan

Melukis Pelangi Mata Hati (Antologi FLP Jatim). 

Oleh: Nur Vita Dwi Andri Yani (Vita Aisyah)


Masih memadang layar laptop dan jari jemari lincah menari dalam tuts-tuts keyboard, dengan hati kumulai bercerita seperti biasanya, karena bagiku menulis adalah sahabat paling setia untuk berbagi cerita. Menulis berbagai cerita dalam buku harian mungkin klise untuk selalu kulakukan, kugoreskan penaku di sana berbagi semua cerita serta keluh kesah yang ada. Bagiku menulis adalah dunia yang kucintai tanpa kumengerti mengapa kujatuh cinta padanya, merangkai kata dengan pena sudah mewakili lisanku yang kadang kelu dan tak bisa berkat- kata. Sore yang tak pernah kubayangkangkan sebelumnya. Entah apa yang membuat langkah kakiku melangkah ke sebuah rumah yang belum pernah kukunjungi sebelumnya, memang cukup sulit untuk menemukan rumah tersebut tapi Allah menuntunku dengan penuh kesabaran dan cintaNya.

Kutemukan rumah cantik itu dibalik surau yang tenang. Ada deguban jantung yang tertahan saat kumasuki rumah cantik itu, kulihat barisan buku tertata rapi diruang tamunya. Hatiku berbisik ini adalah potongan mimpiku untuk memiliki rumah dipenuhi buku bacaan yang sampai sekarang belum terlaksanakan namun hikmah lainnya setidaknya aku bisa mulai kembali membaca buku walau dengan bermodalkan "pinjam". Hari demi haripun berlalu, masih dengan setianya laptopku menemaniku bercerita. Entah hanya untuk menulis puisi, diary, membuat cerpen atau melanjutkan novelku yang macet pembuatannya nyaris bertahun tahun karena gagal fokus. Terbersit di hatiku, "Kapan ya novelku ini selesai? walau tak diterbitkan tapi setidaknya bisa kucetak dan jadi koleksi pribadi." Terkadang angan-angan itu menghantuiku, sisi lain hatiku berkata bahwa tak bermanfaat jika semua tulisanku hanya kusimpan dan kubaca sendiri. Dan pada akhirnya pelampiasan menulisku lari pada beranda Facebookku sampai sore yang berbeda itu datang. Sore dimana pembicaraan ringan dengan sang pemilik rumah baca yang seringkali bukunya kupinjam. Pembicaraan itu mengalir begitu saja sampai melahirkan gagasan untuk membuat grup yang menghimpun para sahabat yang suka menulis. Good Idea.

Mulai terbayang lintasan pelangi di otakku yang mungkin bisa jadi cerita tersendiri, mungkin ini salah satu jalan yang Allah kirimkan agar aku mulai menulis lagi dan melanjutkan potongan mimpiku yang belum kunjung selesai kurangkai. Awalnya hanya sebuah grup sederhana di WA yang berisikan teman teman majelis yang suka menulis sampai hadir sebuah berita yang mengatakan bahwa FLP Jatim menyambut hangat jika Lumajang mau membentuk FLP juga. Dari informasi tersebut akhirnya tergagas sebuah bincang sastra disebuah tempat yang dekat dengan alam yang menenangkan dimana langit malam itu tak berbintang namun penuh dengan kerlap kelip lampu layang-layang. Sempat ada rasa pesimis akan ada yang datang ke acara bincang sastra yang mengusung novel mbak Asma Nadia "Cinta Diujung Sajadah" sebagai temanya. Masih teringat bahwa undangan bincang sastra tertera pukul 18.00 wib tapi sampai pukul 19.30 WIB yang datang masih bisa dihitung jari dan itupun sahabat sendiri.

Akhirnya kami yang datang memutuskan memulai perbincangan malam hari ini dengan kesederhanaan yang ada namun tetap terasa hangat di tengah sapaan angin persawahan yang terasa menggigit.


Sampai di ujung pembahasan tentang sosok cinta pada novel "Cinta Diujung Sajadah" yang kemudian memberi pencerahan bagaimana cinta pada orang tua yang harus tetap bermuara indah bagaimanapun keadaan orang tua kita. Dari bincang hangat tersebut yang memang hanya dihadiri beberapa orang yang mayoritas adalah perempuan tak menyurutkan semangat untuk mewujudkan mimpi membuat kepengurusan FLP Lumajang yang pada akhirnya terbentuk secara aklamasi walau saya merasa aklamasi adalah bahasa lain dari "ditodong". Sampai semua berjalan mengalir begitu saja. Pena mengantarkan kami pengurus FLP yang hanya bisa jumpa lewat WA karena kesibukan masing-masing yang tak memungkinkan kopi darat sesering mungkin untuk saling mengenal satu sama lain.

Seringkali terukir senyum bahkan tawa geli saat kubuka dan kubaca rangkaian kata- kata dari sahabat penaku yang baru. Mereka memberiku tawa dan warna yang baru. FLP Lumajang walaupun belum diresmikan dan dikukuhkan setidaknya sudah memberiku saudara baru dan semangat berkarya memberi perubahan lewat pena. Dan saat pengukuhan kepengurusan FLP Lumajang dilaksanakan, yang kutahu hanya satu bahwa aku harus berkarya dan berusaha mewujudkan mimpiku yang tertunda. Bersama mereka, orang - orang hebat dan keren yang slalu bisa berbagi inspirasi dan juga motivasi. Kukatakan pada jariku untuk jangan lelah menari diatas tuts keyboardku karena ladang kebaikan terhampar luas untuk dikerjakan, kukatakan pada penaku agar jangan lelah menari bersama untuk membawa perubahan bukan menari karna terbawa perasaan. hehehehe... Dan FLP Lumajang kubisa berkata kuingin melukis pelangiku yang tak hanya bisa kulihat dan kubaca sendiri namun untuk berbagi dan saling menginspirasi. Dari pena kubisa mengeja dunia, dari pena kubisa menjejah ruang, waktu dan dunia dan dengan pena banyak ladang ibadah yang kuharap bisa jadi amalan yang pahalanya tak pernah putus walau ruh ini sudah terpisah dari jasadnya.

Cerpen ini dimuat pada Antologi Kisah Inspiratif FLP Jawa Timur: Istana Yang Dibangun Dari Kata-Kata (2016. Sidoarjo: Syams Media).

Tentang M Hasyim Azhari

FLP Lumajang bertekat akan mencetak ribuan pejuang pena untuk menuliskan sejarah indah tentang Lumajang, dengan sejuta kelebihan daya tarik dan pesona keindahan pariwisata serta masyarakatnya yang ramah.
«
Selanjutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Tinggalkan pesan atau komentar