breaking
Gambar tema oleh mskowronek. Diberdayakan oleh Blogger.

menulis untuk peradaban

menulis untuk peradaban

renungan & kontemplasi

renungan & kontemplasi

celoteh anak negeri

celoteh anak negeri

Ketika Media Hanya Sampah Yang Menyesakkan

Bagikan

Foto: Koleksi pribadi. 

Oleh: Dnadyaksa Tirtapavitra 


Hampir setiap harinya mata dan telinga dipenuhi oleh beragam informasi yang masuk melalui berbagai media, baik media massa hingga komunikasi verbal dari orang di sekitar kita. Pun banyak dari kita yang beranggapan setiap media yang menyuarakan suatu berita, benar-benar telah menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

Perkembangan teknologi informasi memberikan kemudahan kepada setiap orang mengakses beragam informasi terkini, bahkan hanya dari layar ponselnya. Dengan akses data yang sedemikian mudah dijangkau, setiap orang bisa mendapatkan informasi dalam 24 jam sehari.

Sebagai negara yang demokratis, tentunya setiap warganegara berhak untuk bersuara, baik secara langsung, tertulis maupun lewat media-media sosial di dunia maya. Jika merunut ke belakang, dimulai dari masa-masa kampanye pilpres yang memenuhi hampir setiap jagad maya setiap saat, perang keberpihakan antara pendukung capres A dan pendukung capres B benar-benar membuat mata kita nanar.

Betapa tidak, dengan dirangkai ujaran-ujaran tokoh tertentu kita dihadapkan untuk mencermati isu yang berusaha dikampanyekan oleh masing-masing pendukung capres. Baik media cetak maupun elektronik, baik legal maupun independen semua berhak untuk bersuara. Media sosial seperti facebook maupun twitter juga punya andil selama masa kampanye tersebut, tak jarang kita menemui perang ujaran, perang komentar antar pendukung yang terkesan seperti perang buta, dan parahnya hampir setiap aspek kehidupan diangkat selama 'masa perang' di dunia maya antar pendukung capres tersebut, dari isu sosial bahkan sampai isu agama dan SARA.

Lucunya, dengan mudahnya kebebasan kita bersuara di media-media sosial membuat kita dengan seenaknya memposting dan berkomentar yang seringkali tak berdasar, aneh, dan sensasional.


Kerapkali beragam celotehan di dunia maya tersebut hanya sebagai lampiasan ego karena ketidaksamaan pandangan, atau kekecewaan kepada pihak tertentu. Hal itu dipermudah dengan makin gampangnya orang membuat website atau portal berita yang menunjang 'kebebasan' kita berekspresi. Dengan sedikit sentuhan, tampilan yang menarik dan isi berita yang dramatis, sebuah 'fakta' dengan mudahnya bisa menyebar ke ribuan kilometer wilayah hanya dalam waktu semalam, secuil informasi bisa dibagikan oleh pengguna media sosial dan diketahui ribuan pasang mata hanya dalam waktu sekian menit.

Setiap berita yang dirilis oleh sumber-sumber berita terkini juga harus kita cermati, bukan hanya ditangkap dan kita telan begitu saja. Ada beragam media yang entah dengan maksud tertentu memojokkan pihak tertentu, jika melihat dari isi berita yang ditulisnya. Berbagai media berupaya mengungkapkan 'fakta' kepada masyarakat, jika melihat dari kacamata media politik, dapat kita simpulkan sebagai efek berantai paska pilpres, beragam fakta yang diungkap tersebut di satu sisi ada yang mengungkap kebaikan pemerintah dan di sisi lain berupaya mengkritisi kegagalan program-program pemerintah.

Sebagai warganegara yang berada dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia, patut kita pilah informasi mana yang dapat kita jadikan rujukan terpercaya, jangan sampai informasi dan ujaran tertentu mengancam persatuan yang sudah diperjuangkan dengan darah oleh pendahulu kita. Ujaran yang menyerang pihak lain, baik dari segi sosial maupun agama tak ayal hanya akan membangkitkan kebencian satu sama lain, yang pada akhirnya akan berujung pada ketidakharmonisan hubungan antar masyarakat.

Saat ini, bagi mereka yang biasa berkomentar miring di dunia maya perlu lebih hati-hati. Penebar kebencian melalui berbagai media, termasuk media sosial, bisa diancam pidana sebagai salah satu poin dalam Surat Edaran (SE) Kapolri soal penanganan ujaran kebencian atau hate speech. Surat bernomor SE/06/X/2015 tersebut dirilis Jenderal Badrodin Haiti 8 Oktober 2015 lalu dan telah dikirim ke Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil) seluruh Indonesia.

Dalam surat edaran tersebut, disebutkan juga persoalan ujaran kebencian mendapatkan perhatian masyarakat nasional dan internasional seiring meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM). Saat berita ini mengemuka, tak sedikit pihak yang masih berkomentar miring, dengan menganggap surat edaran ini tak lain hanya alat pemerintah untuk membatasi ruang gerak rakyat untuk bersuara. Lalu bagaimana dengan anda?

Tentang M Hasyim Azhari

FLP Lumajang bertekat akan mencetak ribuan pejuang pena untuk menuliskan sejarah indah tentang Lumajang, dengan sejuta kelebihan daya tarik dan pesona keindahan pariwisata serta masyarakatnya yang ramah.
«
Selanjutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Tinggalkan pesan atau komentar