breaking
Gambar tema oleh mskowronek. Diberdayakan oleh Blogger.

menulis untuk peradaban

menulis untuk peradaban

renungan & kontemplasi

renungan & kontemplasi

celoteh anak negeri

celoteh anak negeri

Menulislah, Jangan Hanya Bergerak-Bergerak

Bagikan

Menulislah, Jangan Hanya Bergerak-Gerak (Antologi FLP Jatim). 

Oleh: Dnadyaksa Tirtapavitra 


"Dek, menurut Mas Hadi, Dek Dana mau gabung FLP, serius?"

Sepotong pesan pendek tadi sore di layanan ngobrol online itu membuatku tersentak, aku melihatnya sekali lagi sambil setengah menahan senyum, haru sekaligus gembira. Ya, menurutku itu pesan termanis di awal bulan Desember ini. Aku sempat melihatnya sekali lagi untuk memastikan pesan itu benar-benar datang dari sosok yang selama ini kukagumi, di sela kepadatan aktifitasnya tetap meluangkan waktunya untuk menginspirasi orang lain, Bunda Novi.

Sudah cukup lama aku 'sekedar' mengenal Forum Lingkar Pena, tepatnya sejak aku belajar di Yogyakarta. Sering nongkrong di kantin kampus sastra, mengenal beberapa kawan yang juga aktif menulis, beberapa tergabung dalam lingkar-lingkar penulis. Ada yang bekerja di penerbitan buku sedari kuliah, beberapa bahkan mendirikan penerbitan sendiri. Seringnya ngobrol dengan mereka saat itu membuatku menikmati rehat sejenak dan melupakan hiruk pikuk kota Jogja.

Entahlah, aku selalu suka berbagi cerita dengan mereka, mereka yang sekedar menulis sebagai hobi ataupun berprofesi sebagai penulis. Menurutku, seorang penulis adalah sosok-sosok multi disiplin ilmu, dari mereka aku bisa mendengar dan berbagi beragam pengetahuan, berbagi ide, hingga adu mulut sekalipun. Ditambah lagi sejak kecil aku suka corat-coret di buku harian, Ibuku sendiri yang mengajarkanku untuk rajin menulis,

Ibuku pula yang pertama kali menulis buku harianku sejak aku masih dalam kandungan, sesuatu yang mungkin kurang lazim dilakukan di zaman sekarang.


Hijrah dari Yogyakarta ke Malang, aktifitasku juga tak jauh dari dunia buku, aku sendiri tak yakin apa memang ketidaksengajaan itu yang membuat salah satu impian masa kecilku untuk menjadi penulis kembali berputar di benakku. Sampai suatu saat di Malang ada momen dimana aku harus bekerjasama dengan Forum Lingkar Pena Malang, saat itu mereka mengadakan bedah novel sekaligus lomba penulisan cerita pendek. FLP yang awalnya kukira hanya berisi anak-anak kutu buku yang enggan berkomunikasi dengan orang baru, ternyata tak sedemikian adanya. Justru dari situ aku menemukan mereka-mereka yang selalu optimis dan bersemangat, aku jadi semakin yakin kalau orang yang suka menulis kebanyakan pasti enak diajak ngobrol.

Aku semakin terhenyak manakala mereka mengumumkan hasil lomba cerpen saat itu juga, pemenangnya seorang remaja tanggung penerima anugerah 'ADHD' dari Allah, seingatku dia masih duduk di bangku SMP saat itu. Yang aku ingat dari awal acara bedah buku anak itu terlihat bersemangat sekali, terlalu bersemangat bahkan sampai berteriak-teriak sendiri layaknya orang kurang waras, beberapa orang yang terganggu memintaku untuk mengusir anak itu, tapi... kuputuskan untuk hanya duduk di sampingnya, sambil memperhatikan gerak-geriknya. Anak itu menarik meski terlihat aneh, aku hanya berpikir dia bukan orang yang berbahaya hingga harus dikeluarkan dari acara. Tapi mata orang-orang yang semakin nanar dengan kelakuannya membuatku harus bertindak, anak itu kuajak berkenalan, kuajak meninggalkan sesi bedah buku, sekedar berjalan-jalan sambil mengobrol.

Makin lama berbicara dengannya membuatku semakin yakin bahwa dia bukan anak biasa, anak itu sangat cerdas, aku ingat dia begitu antusias saat aku membuka obrolan tentang beberapa tulisan Pramoedya Ananta, dengan gamblang dia menceritakan beberapa buku Pram -meski beberapa yang diceritakannya salah- dan aku suka semangatnya berbicara yang berapi-api, sejenak dia berceloteh mengenai keluarganya, tentang orang-orang di sekitar yang seringkali menganggapnya tak waras, tentang teman sekolahnya yang kurang bisa menerimanya sebagai penyandang mental disorder, juga pandangannya mengenai beragam konflik di belahan dunia lain. Kami langsung akrab, dan aku suka itu! Aku seolah menemukan teman baru yang sama sekali berbeda. Dia bercerita bahwa dirinya suka berdiskusi, bahkan seringkali iseng datang di diskusi-diskusi kampus, juga seringkali diusir...

Kami ngobrol cukup lama sampai terdengar suara dari panggung bahwa pengumuman hasil lomba cerpen akan segera diumumkan. Aku mengajaknya kembali ke acara dengan merangkul pundaknya layaknya adik. Dia masih saja berceloteh, yang terus kuiyakan sambil mengangguk dan tertawa, aku menjamin, "Takkan ada yang berani mengusirmu dari situ kalau sama aku, hehe..." dia ikut terkekeh.

Dan hasil lombanya?

Anak itu menjadi juara pertama... ya, anak aneh itu. Di sini aku merasa FLP bukan sekedar komunitas monoton yang itu-itu saja, aku memang tak tahu pasti anak itu anggotanya atau bukan. Tapi saat kukonfirmasikan pada koordinator FLP yang kulihat sangat mengenal anak lelaki itu, dia mengatakan anak itu memang sering ikut pada acara-acara FLP, juga sering menang dalam beberapa kesempatan, beberapa teman FLP bahkan mengaku kagum dengan remaja belasan tahun itu, di mata mereka anak itu sangat cerdas, pola pikirnya yang melompat dan aneh seringkali merepotkan lawan bicaranya yang notabene sudah duduk di bangku kuliah, momen berkenalan dengan anak itu kuanggap sebagai momen manis dalam hidupku, aku ingat bahwa dia sempat berkata padaku,

"Mas nya harus sering nulis mas, nulis apa saja mas, yang penting nulis, toh gak ada ruginya, selama gak merugikan orang lain..."


Aku mengingat kisah ini sambil berlinang air mata, bercampur haru bahagia dengan perasaanku tadi sore saat kuterima pesan pendek dari Bunda Novi. Pesan itu dan sentuhan perkenalan asalku dengan FLP saat di Malang seolah mengingatkanku untuk kembali menulis, meski dengan sederhana. Tentang FLP Lumajang yang masih baru terbentuk, jujur aku sempat merasa tak enak, karena saat awal pembentukan aku hanya berteriak-teriak di media sosial (cheerleader: meminjam sindiran Bunda Novi), tapi aku sendiri tak datang pada jumpa darat pertama itu karena posisiku di luar kota. Di sisi lain, aku juga malu pada temanku Mas Hadi, penyandang disabilitas yang sering kumintai bantuan desain grafis. Dia begitu tekun saat mengerjakan desain, bukan dengan ujung jarinya tapi dengan ruas jarinya, karena keterbatasannya untuk menggerakkan anggota badan layaknya orang lain. Tak hanya itu, keaktifannya menuliskan status-status yang menginspirasi di media sosial juga membuatku tersindir, Mas Hadi yang kukenal sejak hampir sepuluh tahun lalu itu tetap Mas Hadi yang kukenal dulu, yang tak ingin dianggap rendah sebagai penyandang disabilitas, yang selalu menunjukkan bahwa dia bisa berkarya layaknya orang lain, dengan caranya sendiri.

Mas Hadi pernah saat itu kuminta tolong untuk membuat desain e-poster jumpa darat pertama FLP di Lumajang, bahkan kutarik-tarik agar mau sekalian ikut membantu FLP. Tapi, aku sendiri tak ikut terjun di dalamnya, aku hanya bisa menjadi cheerleader, hanya berteriak dan bergerak-gerak di tempat. Aku malu pada diriku sendiri dan mereka, pada penyandang ADHD yang kukenal di Malang, pada Mas Hadi penyandang disabilitas yang membutuhkan waktu berjam-jam untuk bisa sekedar mengetik 3 paragraf pendek, juga pada Bunda Novi sendiri. Saat kupromosikan adanya FLP Lumajang pada Febri, bu guru muda di Lumajang yang juga sempat bergabung dengan FLP Malang, aku cuma bisa bertanya pada diriku, "Lah kamu kapan, Dan?"

Satu persatu semua kisah itu kurangkai dalam satu keputusan, aku harus bergabung dengan FLP Lumajang! Kalau tidak sekarang kapan lagi? Bukan hanya sekedar ingin terlihat eksis dan 'bergerak-gerak', bukan karena dulu sempat berbincang lama dengan Mbak Asma Nadia sekaligus berfoto bareng, atau karena ingin pamer pada teman wanita lamaku seorang redaktur majalah rohani terkenal. Bukan pula ingin bersaing tradisi menulis dengan bu dosen muda di Malang yang tulisan ilmiahnya sering dirilis pada jurnal ekonomi nasional, tapi aku hanya ingin menemukan kembali cinta lamaku.

Yup! Cinta lamaku!

Pada buku, pada tulisan-tulisan sastra, artikel-artikel ringan, pada sajak-sajak indah yang sedikit lebay, pada guratan pena yang sekarang tergantikan dengan ketikan di layar gadget, juga cinta lamaku untuk 'sekedar' menulis. Karena kurasa hanya tulisan yang membuat rangkaian kisah inspiratif dari orang-orang luar biasa seperti Mas Hadi, yang akan membangkitkan kesadaran pada orang lain untuk terus berkarya.

Menulislah! Jangan hanya bergerak-gerak.


Cerpen ini dimuat pada Antologi Kisah Inspiratif FLP Jawa Timur: Istana Yang Dibangun Dari Kata-Kata (2016. Sidoarjo: Syams Media).

Tentang M Hasyim Azhari

FLP Lumajang bertekat akan mencetak ribuan pejuang pena untuk menuliskan sejarah indah tentang Lumajang, dengan sejuta kelebihan daya tarik dan pesona keindahan pariwisata serta masyarakatnya yang ramah.
«
Selanjutnya
Posting Lebih Baru
»
Sebelumnya
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Tinggalkan pesan atau komentar